Minggu, 27 Desember 2009

MENELUSURI BID'AH YANG SESAT

Bid’ah-bid’ah, harus di singkirkan setiap perbuatan bid’ah itu sesat , merayakan maulidurrasul sesat,tahlilan budaya hindu ,dzikir berjema’ah tidak pernah ada contoh dari rasul, kalimat ini sangat populer dan sering kita jumpai dalam komunitas muslimin yang melebelkan dirinya sebagai : “WAHABI/SALAFI” sangat di sayangkan kelompok yang mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa nabi SAW tanpa harus melewati para ulama’ empat madzhab ini kurang begitu memahami atau kalau boleh di bilang tidak mengetahui definisi-definisi bid’ah secara benar , ulama’-ulama’ muslimin dari masa tabi’in sampai sa’at ini tidak keberatan apabila perbuatan bid’ah yang jelas-jelas sesat serta tidak ada sumber hukum bahkan menyalahi ketentuan sunnah di berantas ,bahkan mereka sangat menekankan hal semacam itu apabila di biarkan maka kemurnian sunnah terkikis dan terkubur dalam peradaban dan budaya, namun , kelompok yang melebelkan dirinya sebagai “wahabi/salafi” mengingkari perkata’an khalifah kedua umar bin khatab yang jelas-jelas mengakui tidak semua bid’ah dapat di sesatkan , sebab apabila perbuatan yang baru tersebut tidak menyalahi ketentuan sunnah serta mempunyai standard hukum dari hukum asal syari'at (Qur'an dan Hadits), maka ia adalah “bid’ah hasanah,

dari sinilah berkata imam nashirussunnah ” Imam Syafi’i ra.

“pembagian-pembagian bid’ah menurut imam syafai’i, ada dua ,1.Hasanah ( baik )2.Sayyi’ah { buruk }beliau berkata : bid’ah itu ada dua macam , 1.Bid’ah yg terpuji, 2. Bid’ah yg tercela ,“setiap perbuatan bid’ah yg sesuai ( tdk menyalahi ketentuan sunnah ) maka ia adalah bid’ah yg terpuji, dan setiap perbuatan bid’ah yg menyalahi /menyimpang dari ketentuan sunnah maka ia adalah bid’ah yg tercela ‘

“Lihat di kitab ( khilyatul awliya’ juz 9 hal.113 ) karangan abi nu’iem ,dan lihat juga ( fathul bari juz13 hal. 253 ). ” karangan al-hafidz Ibnu Hajar al-Atsqolani”

berkata Imam Nawawi dalam kitabnya ( tahdzibul asma’ wallughat )” definisi bid’ah menurut ukuran syara’ adalah : setiap sesuatu yang baru yg tdk ada di zaman rasul saw. Dan itu terbagi menjadi 1. Bid’ah yg hasanah ( baik ) 2. Bid’ah qobihah (buruk) ” Bahkan sulthanul ulama Abu Muhammad bin Abdul Aziz bin Abdissalam berpendapat tentang masalah bid’ah dalam sebuah kitabnya ( al-qowa’idul qubra : juz 2 hal.337 ) beliau berkata: “bid’ah mempunyai lima hukum,

1. bid’ah mempunyai hukum wajib ” seperti melakukan aktivitas untuk mempelajari ilmu nahwu yg dengannya dapat memamahi kalam-kalam allah dan rasulnya, sebab menjaga syari'at adalah merupakan suatu kewajiban juga ”
2. Bid’ah mempunyai hukum mandub, seperti mengadakan, tempat-tempat pesantren , dan tempat-tempat madaaris , serta setiap perbuatan yg di anggap baik yg tdk ada di masa angkatan pertama (masa para sahabat ) 3. Bid’ah yg mempunyai hukum makruh , adalah seperti ” memperindah dan menghiasi masjid-masjid,
4. Bid’ah yg mempunyai hukum mubah, seperti mengembangkan warna-warna pakaian atau makana-makanan dan lain sebagainya,
5. Bid’ah yg mempunyai hukum haram , ” adalah seperti perbuatan bid’ah yg di lakukan madzhab-madzhab qodariyah, jabbariyah , syi’ah, muktazilah, hasyawiah, khawarij, mujassimah, wahabi dan lain sebagainya yg menyalahi dari ketentuan-ketentuan sunnah, ”

perbuatan bid’ah di perlihatkan sesuai atas dasar kode etik ( kaidah-kaidah ) syari’at, ” apabila masuk pada kaidah-kaidah wajib maka bid’ah mempunyai hukum wajib, atau masuk pda kaidah-kaidah haram, maka bid’ah berhukum haram, atau masuk terhdap kaidah mandub , makruh dan mubah, maka ia berhukum, mandub, makruh,dan mubah pula,

lihat ( al-qowa’idul kubra: juz 2 hal. 337)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar