Rabu, 06 Januari 2010

JANGAN BERSEDIH

Segala puji hanya bagi Allah yang memiliki seluruh pujian. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang disembah dengan benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan para shahabat beliau.

Sesungguhnya di antara sunnatullah yang berlaku adalah kehidupan ini tidak selamanya berjalan dalam satu kondisi. Orang yang memperhatikan sejarah umat-umat terdahulu akan mengetahui bahwa sunnatullah ini tidak berhenti. Umat demi umat musnah, digantikan umat yang lain. Beberapa individu lahir dan yang lainnya meninggal. Kemenangan dan kekalahan, kemuliaan dan kehinaan, kekayaan dan kemiskinan, kelapangan dan kesempitan, kesehatan dan sakit, serta kesedihan dan kebahagiaan senantiasa bergulir silih berganti.

Rintangan dan kesusahan hidup ini begitu beragam, tidak terhitung banyaknya. Bahkan, setiap kali matahari terbit dan terbenam, manusia selalu berada dalam ujian dan cobaan, baik berupa hilangnya sesuatu yang dicintai maupun mengalami sesuatu yang tidak disukai. Oleh karena itu, kelapangan dan kebahagiaan hati serta sirnanya kesedihan dan kegundahan merupakan tujuan semua orang. Dengan itu kehidupan yang baik bisa diraih dan kegembiraan serta keceriaan menjadi sempurna.

HAKIKAT SEDIH

Pada hakikatnya, kesedihan adalah perasaan jiwa yang bersifat naluriah, berupa kecil hati dan hilangnya rasa senang dan gembira pada seseorang. (Demikian definisi sedih menurut sejumlah psikolog). Perasaan ini dialami setiap orang dari waktu ke waktu, tergantung sikap mental yang ada pada dirinya dan kesulitan hidup yang dialaminya. Perasaan ini dapat hilang dengan sendirinya atau manusia itu sendiri sanggup melawannya dengan cara yang tepat.

Sedih dan gembira adalah dua perasaan naluriah yang saling berlawanan, yang telah Allah ciptakan pada tabiat manusia. Salah satunya bisa meredup karena ditekan oleh yang lain. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman, “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43). Ikrimah Rahimahullah berkata, “Tidak seorangpun, kecuali mangalami senang dan sedih. Akan tetapi, buatlah kesenangan menjadi syukur dan kesedihan menjadi sabar.”

BAHAYA SEDIH

Tidak diragukan lagi bahwa kesedihan itu menimbulkan berbagai bahaya yang bisa mengancam individu dan masyarakat. Buktinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari kesedihan. Do’a beliau adalah, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sifat kikir dan pengecut, lilitan hutang, dan dikuasai orang lain.” (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Jihad, bab Man Ghaza bi Shabiy li al-Khidmah 3/1059 no. 2736).

Bahaya-bahaya yang timbul akibat kesedihan itu berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan di samping bergantung pada dahsyat-tidaknya musibah yang menimpa, dapat juga disebabkan kesiapan jiwa orang yang terkena musibah, atau bergantung pada kuat-lemahnya keimanan kepada taqdir Allah Ta’ala.

Adapun bahaya-bahaya kesedihan terhadap individu dan masyarakat di antaranya adalah:

a. Lesu dalam berpikir dan kurang konsentrasi terhadap sesuatu.

b. Padamnya kobaran semangat dalam jiwa, atau dengan kata lain runtuhnya semangat. Hal ini mengakibatkan orang yang sedang bersedih tidak bisa berpikir sehat dan tidak berbuat sesuatu yang bermanfaat, bahkan dapat menghambat segala kegiatannya.

c. Cepat merasa lelah, fisik lemah, dan terasa sakit di sekujur tubuh, terutama rasa nyeri di kepala dan semua persendian.

d. Meningkatkan detak jantung.

e. Meninggalkan perkara penting karena berpikir terus-menerus.

f. Terkadang kesedihan menyeret ke arah pesimis yang tiada hentinya, bahkan terkadang ke arah pesimis yang berlebihan.

g. Stres yang terkadang dapat mengantarkan kepada hilangnya ingatan.

h. Kesedihan terkadang menyeret seseorang untuk marah besar, yang dapat menyebabkan dia bertindak sewenang-wenang terhadap milik orang lain atau menyakiti tubuh mereka.

MENGHINDARI KESEDIHAN

Allah Ta’ala melarang Nabi-Nya untuk menyerah kepada kesedihan sebagaimana tercantum di beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya, “Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir.” (QS. Ali Imran: 176) dan juga firman Allah, “Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yunus: 65). Ayat-ayat lainnya adalah an-Nahl ayat 127, an-Naml ayat 70, Luqman ayat 23, dan Yasin ayat 76.

Allah Ta’ala juga melarang kaum mukminin bersedih hati, sebagaimana firman-Nya, “Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).

Seorang muslim disyari’atkan untuk melakukan upaya-upaya yang dapat membantunya menghindari kesedihan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh seorang muslim agar terhindar dari kesedihan adalah:

1. Beriman dan beramal shalih

Sebab terbesar dan paling mendasar untuk menggapai kebahagiaan hidup adalah beriman dan beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

Dalam ayat ini Allah Ta’ala memberitakan dan memberikan janji kepada orang yang menggabungkan antara iman dan amal shalih dengan kehidupan yang bahagia di dunia ini, serta diberi balasan yang baik di dunia maupun di akhirat. Orang-orang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang benar, iman yang mampu membuahkan amal shalih yang memberikan perbaikan terhadap hati, akhlak, dunia, dan sekaligus akhirat, mereka memiliki dasar-dasar yang digunakan untuk menyikapi masalah yang datang kepada mereka yang akan menyebabkan mereka memperoleh kebahagiaan.

Ketika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan menyenangkan hati, mereka menerima dan mensyukurinya, serta menggunakannya dalam hal yang bermanfaat. Apabila mereka melakukan ini, maka muncul perasaan bahagia, amat menginginkan keberlangsungan dan keberkahan nikmat tersebut serta berharap pahala orang-orang yang bersyukur. Sungguh ini merupakan perkara-perkara yang amat besar, di mana kebaikan dan keberkahan yang merupakan buah amalnya itu, melebihi semua kesenangan (yang ia dapatkan).

Dan ketika mereka mendapati hal-hal yang buruk, mendatangkam madharat, kesedihan dan kegundahan, mereka berusaha dan meringankannya seringan mungkin, serta bersabar dengan kesabaran yang kuat ketika hal itu harus menimpa mereka. Dengan demikian, sungguh mereka akan memperoleh suatu imbal balik yang amat besar sebagai reaksi yang muncul ketika menghadapi perkara-perkara yang tidak disukai tersebut. Di antaranya, mendapatkan langkah penanggulangan yang bermanfaat sewaktu menghadapinya, melatih pengalaman, kekuatan dan kesabaran, serta mengharapkan pahala dan ganjaran. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya besarnya pahala diiringi besarnya cobaan. Dan, sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridha, maka Allah pun meridhainya, dan barangsiapa tidak ridha, maka Allah pun tidak meridhainya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinyatakan hasan, 4/159 nomor 2396, dan Ibnu majah 2/1338. Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam sunan at-Tirmidzi 2/286).

Jika seseorang tertimpa hal-hal yang buruk dan membuat hati cemas, anda dapati seorang yg lurus imannya memiliki hati yang kokoh, jiwa yang tenang, dan rela dengan taqdir Allah. Rasulullah bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya baik, dan itu tidak terjadi pada siapapun kecuali pada orang mukmin. Jika dia dikaruniai kesenangan lalu dia bersyukur, itu menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia ditimpa kesusahan lalu dia bersabar, itu pun menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim 4/2295 no 2999). Rasulullah telah mengabarkan bahwa seorang mukmin itu akan meraih keberuntungan, kebaikan dan buah amal yang berlipat ganda pada setiap ketentuan yang ia terima, baik berupa sesuatu yang dicintai maupun yang dibenci.

2. Memperbanyak dzikir kepada Allah

Dzikir memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam melapangkan dan memberikan ketentraman di dalam dada, serta menghilangkan kesedihan dan kegundahan. Sebagaimana firman Allah, “Ketahuilah, hanya dalam berdzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Dzikir yang dimaksud adalah dzikir yang diamalkan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, bukan dzikir yang dibuat-buat oleh orang-orang bodoh dan tidak tahu malu. Mereka berdzikir dengan tata cara yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Alangkah jeleknya yang mereka lakukan!!!

3. Berserah diri sepenuhnya kepada Allah

Apabila hati bersandar kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, tidak tunduik kepada angan-angan dan dikuasai khayalan-khayalan buruk, serta percaya penuh kepada Allah dan mengharap karunia-Nya, maka dengan itu tertolaklah kesedihan dan kegundahan, sirna darinya berbagai macam penyakit jasmani maupun rohani, dan hati akan mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kegembiraan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” (QS ath-Thalaq: 3). Allah akan mencukupkan segala keinginannya (keperluannya), baik dalam urusan agama maupun dunianya. Orang yang bertawakal kepada Allah hatinya menjadi kuat dan tak terpengaruh dengan berbagai angan-angan buruk, dan tidak tergoyahkan dengan berbagai hal yang menimpanya.

Di samping itu, ia juga mengetahui bahwa Allah telah memberikan jaminan dengan kecukupan yang sempurna bagi orang yang bertawakal kepada-Nya, sehingga ia percaya kepada Allah dan tenang terhadap janji-Nya. Maka sirnalah duka dan kecemasannya, kesulitannya berganti kemudahan, kesedihannya berubah menjadi kegembiraan, dan rasa takutnya berbalik menjadi rasa aman.

4. Membandingkan kenikmatan yang masih ada dengan musibah yang menimpa

Apabila sesorang tertimpa sesuatu yang tidak disukai atau mengkhawatirkan terjadinya hal itu, hendaknya ia membandingkan antara nikmat-nikmat yang masih ada, baik nikmat dalam hal agama maupun dunia, dengan keburukan yang menimpanya. Ketika dibandingkan, akan tampak jelas banyaknya kenikmatan yang masih ia peroleh, dan akan sirna hal-hal buruk yang menimpanya.

5. Bersikap Qana’ah (merasa puas) terhadap pemberian Allah

Seorang muslim hendaklah merasa puas dengan apapun yang diberikan Allah kepadanya, baik itu fisik, harta, istri, anak, rumah, maupun kendaraan. Ketahuilah wahai Saudara-Saudariku, kekayaan bukanlah dengan berlimpahnya harta, tetapi kekayaan sesungguhnya adalah kekayaan jiwa yang memiliki sikap qana’ah (merasa puas dengan apa yang ada), sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kekayaan itu tak lain adalah kekayaan jiwa.” (HR. al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1051). Rasulullah juga bersabda, “Sungguh beruntunglah orang yang masuk Islam, lalu dikaruniai rezeki secukupnya saja, tetapi Allah membuatnya merasa puas dengan apa yang Dia berikan.” (HR. Muslim no 1054 dan at-Tirmidzi dalam kitab az-Zuhd no 2349). Nilai seseorang sesungguhnya terletak pada ketakwaannya, manfaatnya bagi orang lain, dan akhlaknya yang luhur, bukan pada harta dan pangkatnya.

6. Jangan pedulikan berita bohong dan isu

Betapa seringnya isu memporak-porandakan kepercayaan diri, menceraiberaikan hati, dan meruntuhkan semangat, bahkan berujung menuduh macam-macam terhadap orang yang tidak berdosa, membuat orang yang semula aman menjadi ketakutan, orang yang semula senang menjadi sedih. Semua itu karena tidak dilakukan pembuktian kembali terhadap berbagai berita yang beredar, atau karena menerima begitu saja komentar dari orang-orang munafik.

PENUTUP

Demikianlah tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin, sehingga membantu mereka dalam menghindari dan menghilangkan kesedihan ataupun meringankan kesedihan yang mereka alami. “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sifat kikir dan pengecut, lilitan hutang, dan dikuasai orang lain.” Allahu a’lam.





Penulis:

Abu Aslam Benny al-Indunisy



Rujukan:
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Mujamma’ al Malik Fahd Li Thiba’at al Mush-haf asy Syarif Madinah Munawwarah, Kerajaan Saudi Arabia.
Jangan Bersedih Kiat Meraih Hidup Bahagia, ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, diterbitkan oleh Pustaka al-Minhaj.
Obat Penawar Hati yang Sedih, ditulis oleh Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah al-Utsaim, diterbitkan oleh Darus Sunnah.

http://dareliman.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=204&Itemid=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar